INDONESIAPOLITIK – Ambisi Australia untuk melakukan transisi ke energi terbarukan menjadi tantangan bagi industri batu bara yang selama puluhan tahun telah menjadi salah satu penopang ekonomi Australia.
Australia memiliki tujuan besar untuk transisi energi. Tidak hanya itu, negeri Kanguru memiliki tujuan untuk mencapai 82% penggunaan energi terbarukan dalam jaringan kelistrikan pada tahun 2030. Ini jauh lebih tinggi dari bauran 35% pada tahun 2023.
Menurut Anoulack Chanthivong, menteri industri dan perdagangan New South Wales, industri batu bara terus memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi Australia. Dengan cadangan komoditas tersebut yang melimpah, permintaan global yang terus meningkat terus berlanjut.
Baca:Â Luhut: Tanpa Nikel RI, Pasar EV AS Bisa Hancur!
“Saya pikir industri bahan bakar fosil masih kuat dan menyumbang sepertiga dari ekspor kami dan sebagian besar dari New South Wales,” ujarnya saat ditemui di Sydney, pekan lalu.
Dia menjelaskan bahwa banyak negara Asia seperti Jepang dan Korea Selatan masih membeli batu bara dari Australia, dan karena negara-negara ini mulai meninggalkan pembangkit listrik tenaga nuklir, ada kemungkinan besar konsumsi batu bara akan meningkat.
Jika dibandingkan dengan China, India, Amerika Serikat, dan Indonesia, Australia saat ini menjadi produsen batu bara terbesar di dunia. Selain itu, negara itu adalah pengekspor utama batu bara ke Indonesia.
Meskipun begitu, dia menyadari bahwa dunia sedang dalam transisi energi, termasuk Australia, dan dia telah menyiapkan beberapa langkah untuk memastikan transisi tersebut berjalan lancar.
Salah satunya adalah pengembangan industri hidrogen. Bahkan negara lain seperti Jepang telah menunjukkan ketertarikannya terhadap pengembangan yang sedang dilakukan Australia.
“Kami sadar permintaan batu bara akan menurun dari waktu ke watu. Jadi, kami harus mempersiapkannya sekarang,” tuturnya.
Chanthivong menyatakan bahwa pendanaan untuk proyek batu bara tidak dapat dihentikan secara cepat. Menurutnya, karena sektor ini masih menjadi fokus, pendanaan masih sangat diperlukan.
“Memang tidak bisa dihentikan langsung. Banyak yang masih bergantung dengan industri ini. Ada komunitasnya di sana dan tetap harus kami perhatikan,” ujarnya.
Ambisi Transisi Energi AustraliaÂ
Jenny McAllister, Asisten Menteri Australia untuk Perubahan Iklim dan Energi, mengatakan bahwa seiring dengan target dekarbonisasi, pembangunan energi terbarukan harus dipercepat. Target tersebut mencakup penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 43% dari level 2005 pada 2030 dan mencapai emisi netral karbon atau net zero pada 2050.
“Kami berpikir bahwa kami dapat mencapai lebih dari 80% energi terbarukan dalam sistem kelistrikan pada 2023. Kami pikir itu ambisius, tetapi dapat dicapai,” katanya.
Jenny mengatakan bahwa peran energi fosil dalam ketegalistrikan akan terus berkurang untuk mencapai target 82%. Saat ini, kebanyakan listrik di Australia berasal dari sumber daya fosil seperti gas dan batu bara, sama seperti di Indonesia.
“Kita akan melihat penurunan yang sangat signifkan dalam kontribusi pembangkitan dari batu bara hingga 2035,” tuturnya.
Akibatnya, katanya, pemerintah Australia akan terus memastikan bahwa investasi baru dalam pembangkit listrik akan difokuskan pada energi terbarukan hingga target tersebut tercapai. Namun, dia juga mengakui bahwa energi fosil masih sangat penting dan perlu dipertahankan.
“Ada dua inisiatif kebijakan yang sangat penting. Satu berkaitan dengan transmisi, dan satu lagi berkaitan dengan pembangkitan. Keduanya dirancang untuk mendorong investasi karena kami memiliki sistem energi yang aman dan terjangkau,” ujarnya.