INDONESIAPOLITIK.COM – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan informasi intelijen yang tersedia kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mahfud menilai wajar jika Jokowi memiliki informasi intelijen tentang situasi dan arah partai politik di Indonesia.
Menurut dia, data intelijen yang diperoleh Jokowi tidak ada hubungannya dengan perempuan pada pemilu 2024.
“Enggak urusan urusan cawe-cawe, itu tidak ada kaitannya. Ini Presiden pasti punya intelijen, siapa politikus yang nakal, siapa politikus yang benar. Siapa yang punya kerja gelap, siapa yang punya kerja terang, itu punya Presiden,” kata Mahfud di Jakarta, Minggu (17/9).
BACA JUGA:Â Siapkan Tim Pemenangan, Prabowo Subianto Akan Sowan ke Sejumlah Tokoh
Ia membantah tudingan koalisi masyarakat sipil yang menyebut Jokowi menyalahgunakan data intelijen untuk kepentingan politik pribadi. Mahfud mengatakan, Jokowi tidak melanggar hukum apa pun. Dia menjelaskan, badan intelijen wajib melaporkan secara berkala kepada presiden.
“Presiden wajib diberi laporan setiap saat oleh intelijen, itu ketentuan undang-undangnya. Apa gunanya ada intelijen kalau tidak boleh lapor ke presiden,” tambahnya.
Jokowi sebelumnya mengaku mendapat informasi lengkap dari badan intelijen mengenai situasi dan arah politik partai. Informasi tersebut diperoleh dari berbagai badan intelijen di Indonesia, mulai dari BIN, Intel Polri hingga TNI.
“Saya tahu dalamnya partai seperti apa, saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu, ingin menuju ke mana saya juga ngerti,” ujar Jokowi saat menghadiri rapat kerja nasional relawan Seknas (Sekretariat Nasional) di Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (16/9).
Tanggapan Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan pun menanggapi pernyataan Jokowi. Mereka menilai Jokowi telah melakukan penyalahgunaan data intelijen untuk tujuan politik.
Koalisi tersebut antara lain Imparsial, PBHi, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat dan Setara Institute.
Koalisi menjelaskan, pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh badan intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan dan tidak boleh disalahgunakan untuk memata-matai seluruh aktor politik untuk tujuan politik pribadi.
Mereka pun menilai hal tersebut merupakan pelanggaran undang-undang, khususnya UU Intelijen, UU Hak Asasi Manusia, dan UU Parpol.
“Dalam negara demokrasi, partai politik bukanlah ancaman keamanan nasional sehingga sulit untuk memahami apa alasan intelijen dikerahkan untuk mencari informasi terkait data, arah perkembangan partai politik,” tambah mereka.