INDONESIAPOLITIK.COM – Ikhsan Abdullah, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), berpendapat bahwa pendapat Panji Gumilang soal islam mengganggu masyarakat.
Ia pun berpendapat bahwa perbedaan pendapat atau sekte diperbolehkan dalam Islam selama bisa dijelaskan. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi pengurus Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang.
Menurut Ikhsan, salah satu perbedaan pendapat yang berujung pada konflik Panji Gumilang adalah pernyataan dari Al-Qur’an yang disebut sebagai sabda Nabi Muhammad SAW. MUI menegaskan, pendapat tersebut sangat jauh dari empat mazhab Ahlu Sunnah.
“Misalnya disebut bahwa Alquran itu kalam Rasul oleh Panji Gumilang. Ini jelas berbeda dengan 4 mazhab ahli sunnah wal jamaah Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali,” tuturnya dalam acara Political Show CNNTV, Senin (10/7).
Baca:Â Panji Gumilang Klaim Al Zaytun Terakreditasi A Unggul
Semua mazhab, kata Ikhsan, mengatakan bahwa Alquran adalah firman Tuhan sebagai bentuk ibadah dan yang membacanya mendapat pahala. Ia menyayangkan jika pernyataan Panji Gumilang tersebar ke publik dan meresahkan masyarakat.
Menurut Ikhsan, perundungan masyarakat memicu gosip dan protes di pesantren Al-Zaytun.
“Ini yang tidak layak dipublikasikan, kalau dia berpendapat sendiri boleh saja karena tidak terdengar. Kalau di media sosial, itu mengganggu,” kata dia.
Ikhsan lantas mencemooh kesaksian Panji Gumilang yang mengaku pendapatnya diterima karena RI menjamin kebebasan berpendapat secara hukum.
“Beragama dan berbeda itu dijamin UUD, akan tetapi jangan sampai orang yang berseloroh meluncurkan kata-kata mengganggu forum (berkeyakinan) suatu agama,” ucapnya.
MUI pun menyayangkan sikap Panji Gumilang yang menghindari dialog soal pandangannya kepada islam. Ikhsan mengaku berusaha menyelesaikan masalah ini dengan baik.
“Sejak awal MUI sudah meminta klarifikasi bersurat lalu dijawab sibuk. Kemudian, hadir ke sana dari MUI Jabar ditolak. Kami penasaran juga kenapa menolak, di gedung sate juga ditolak,” ujar Ikhsan.
Ia pun mengaku mencoba berdialog atas nama Tabayun. Namun, hal itu tidak bertahan hingga Pengurus Daerah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat menerbitkan Bahthul Masail.
“Kami sudah melakukan usaha untuk dialog, ber-tabayyun itu. Meminta keterangan tapi ditolak sampai akhirnya hasil bahthul masail teman-teman PWNU mengatakan Al-Zaytun sesat,” ucapnya.
Sementara itu, Panji Gumilang mengaku tak khawatir dengan keluarnya fatwa baru MUI menanggapi pernyataannya yang kontroversial itu.
Panji mengatakan, hal itu karena fatwa MUI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun hukum agama.
“Apa yang dikhawatirkan? Karena itu semua tidak mengikat. Baik itu hukum KUHP maupun hukum agama. Agama itu pribadi. Kita gantungkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Panji dalam siaran Panji Gumilang Pro-Yahudi? yang ditayangkan CNN Indonesia TV, Senin (10/7).
Panji mengaku belum menerima fatwa baru. Namun, dia tak peduli jika MUI mengeluarkan 1000 fatwa. Karena fatwa MUI tidak mengikat.
“Saya belum menerima fatwa itu dan bagi saya fatwa itu boleh saja membuat 1000 fatwa dan Indonesia ini tidak berdasar fatwa. Berdasarkan Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan seterusnya. Kemudian UUD 1945 yang memberikan kebebasan untuk memeluk agama, menjalankannya, itu dijamin semuanya,” ujarnya.